Cerita Alissa Wahid: Gus Dur Hormati Perempuan, Kerap Mencuci Baju di Rumah Saat Ramadan
Menurut Alissa, jika di zaman jahiliyah perempuan harus mau dinikahkan oleh siapa saja terserah orang tuanya, maka Rasulullah menyatakan bahwa perempuan bisa menolak jika perempuan merasa tidak mau dinikahkan dengan laki-laki tersebut.
“Bahkan, Rasulullah mengajarkan juga agar suami harus bermusyarwarah dengan istrinya untuk mengambil keputusan, misalnya kapan si istri berhenti menyusui. Perempuan juga perlu didengarkan pendapatnya, bisa ambil keputusan. Nah ini rasulullah perkenalkan itu saat itu, jadi seharusnya kita sebagai umat Islam merasa beruntung,” kata Alissa.
Alissa menyampaikan, Ramadhan merupakan waktu yang tepat bagi kaum perempuan meningkatkan kualitas spiritualnya. Ramadhan menjadi waktu yang tepat agar perempuan bisa meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah. Hal itu karena meskipun berperan sebagai ibu di rumah, sejatinya identitas individu seorang perempuan tidak akan pernah hilang.
“Kapan kita perempuan menjadi individu di luar, kapan jadi bagian dari keluarga? Boleh gak sih perempuan punya “me time?” Senior saya Titik Farkha, setelah menikah pernah sampaikan, kok sejak aku menikah, aku merasa hilang me nya, dikenal sebagai nyonya, atau ibunya.
"Nah menurut saya, itu jangan sampai hilang identitasnya kita sebagai individu, karena kita kan individu, yang dihisab nanti itu kan kita loh sebagai individu bukan sebagai istrinya siapa, nyonya siapa. Jadi tetap kita harus ada ruang bagi diri kita sendiri, tetap jalankan kewajiban kepada Allah, dan di Ramadan kita bisa muhasabah untuk diri kita sendiri, kalau gak ada me time-nya, ya minta,” ujar Alissa.(ray/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!