Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Cerita Komunitas Langit Selatan Menyambut Gerhana Matahari Total

Minggu, 06 Maret 2016 – 21:32 WIB
Cerita Komunitas Langit Selatan Menyambut Gerhana Matahari Total - JPNN.COM
Komunitas Langit Selatan yang sedang sibuk menyambut gerhana matahari total. FOTO: Dhimas Ginanjar/JAWA POS

Rencananya, mereka bertolak dari Ternate ke Maba Minggu (6/3) pagi. Perjalanan tersebut harus ditempuh dengan dua moda transportasi. Pertama dengan speedboat 30-45 menit dilanjutkan naik mobil sekitar enam jam. 

Karena itu, seharian kemarin mereka menghabiskan waktu di Hotel Boulevard, Ternate, untuk menyiapkan berbagai hal. 

Di antaranya merangkai alat solar scope yang polanya mirip dengan kamera lubang jarum. Juga kacamata matahari. Karena itu, perlengkapan untuk merangkai seperti gunting, kacamata kertas, cutter, dan black polymer ND5 pun mereka boyong ke lobi hotel.

"Kami juga ingin memberikan edukasi di Maba. Sebab, astronomi di Indonesia Timur belum terlalu dikenal," kata Avivah seraya menempelkan potongan black polymer ND5 tersebut.

Kacamata bergambar seperti topeng Bali itu akan disiapkan untuk masyarakat Maba yang ingin menikmati GMT. Corak Bali yang ada di kacamata kertas tersebut merupakan kreasi pendongeng kenamaan Indonesia Andi Yudha Asfandiyar. "Desainnya khusus untuk acara nanti. Belum pernah dipakai sebelumnya," ucap Avivah.

Hampir seribu kacamata yang disiapkan. Namun, bahan untuk edukasi itu tidak berasal dari kantong mereka sendiri. Kacamata yang dibuat Langit Selatan dibantu ITB 85, NAOJ, dan Hongkong. Selain itu, Langit Selatan menerima donasi berupa kacamata dari Australia dan Amerika.

Peraih gelar master untuk bidang studi astrofisika lanjut ITB tersebut menambahkan, bukan cuma kacamata yang mereka bawa. Tapi juga pengetahuan yang siap dibagikan kepada SMP dan SMA Maba. Acara itu dihelat besok (7/3). 

Lokasinya adalah SMKN 1 Maba. Mereka akan mengundang tujuh atau delapan sekolah. "Dipusatkan di sana karena hanya sekolah itu yang punya genset. Kami juga bawa peralatan sederhana untuk mengamati matahari," katanya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News