COP 26 Glasgow Membahas Potensi Unik Pertanian Demi Atasi Perubahan Iklim
jpnn.com, JAKARTA - Pekan pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP26) yang diselenggarakan di Glasgow, Inggris mulai 31 Oktober lalu, telah selesai membahas isu penting terkait dengan kerentanan pertanian terhadap perubahan iklim dan penanganan ketahanan pangan.
“Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA) adalah keputusan penting di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang mengakui potensi unik pertanian dalam mengatasi perubahan iklim,” ungkap Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi dalam keterangan tertulis dari Glasgow, Senin (8/11/2021).
Laksmi ikut hadir dalam pertemuan hingga Sabtu tengah malam waktu Inggris itu. Dari 5 rangkaian seri pertemuan penting yang dilakukan paralel dalam COP26, dua diantaranya adalah agenda Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body for Implementation (SBI) mendapat mandat untuk melakukan pembahasan hingga 6 November lalu dan sudah selesai.
Pertemuan ini mengadopsi beberapa keputusan-keputusan yang memang sampai tahap SBSTA dan SBI, ada pula isu-isu yang akan dilaporkan pada presidensi dan akan dilanjutkan sesi CMP 16, CMA3, maupun di COP26.
Baik SBI dan SBSTA sudah mengadopsi keputusan terkait hasil work frame dari Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA).
Jadi, pada prinsipnya KJWA merupakan salah satu keputusan penting di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang mengakui potensi unik pertanian dalam mengatasi perubahan iklim.
Lebih lanjut Laksmi mengatakan terkait kerentanan pertanian dan ketahanan pangan ini diputuskan di COP 23 tahun 2017 di Bonn, yang meminta Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body for Implementation (SBI) untuk bersama-sama menangani masalah yang berkaitan dengan pertanian. Termasuk melalui lokakarya dan pertemuan ahli, bekerja dengan badan-badan yang dibentuk berdasarkan Konvensi dan mempertimbangkan kerentanan pertanian terhadap perubahan iklim dan pendekatan untuk menangani ketahanan pangan.
Implikasi Bagi Indonesia