Corona Merajalela, Anggota DPRD Surabaya Malah Ribut Pembentukan Pansus Covid-19
"Semua susah, jangan ditambah sama polemik-polemik itu. Ayo orang-orang dewan mikir rakyatnya. Jangan waktu kampanye aja manis," ujarnya.
Sambil mengerjakan kerajinan aksesoris, para emak-emak warga Pakis terus mengeluhkan dampak ekonomi akibat Pandemi COVID-19 dan PSBB Surabaya jilid II.
"Sudah cari makan susah, warung kopi dioperasi, sekarang malah orang dewan bertengkar sendiri-sendiri. Sudah tidak perlu rapat-rapat. Seharusnya orang dewan itu membantu pemerintah biar cepat, tidak malah bertengkar," katanya.
Kekesalan para emak-emak tersebut cukup beralasan lantaran penghasilan para suami menurun bahkan hilang akibat pemberlakuan PSBB, ditambah dengan polemik Pansus COVID-19 DPRD Surabaya yang terus berkelanjutan.
Diketahui sejak awal pembentukan Pansus COVID digulirkan oleh sejumlah fraksi sudah menuai pro-kontra dan berlanjut dalam rapat Banmus DPRD Kota Surabaya.
Pimpinan Banmus berupaya menempuh jalan musyawarah, namun tetap tidak terjadi mufakat sehingga diputuskan jalan voting.
Informasi yang diperoleh ANTARA dari 16 anggota dan pimpinan Banmus yang mengisi absen, namun yang ikut voting sebanyak 13 orang. Hasilnya enam anggota banmus yang menyetujui Pansus COVID-19 adalah Reni Astuti (Fraksi PKS), Laila Mufidah (Fraksi PKB), A.H. Thony (Fraksi Gerindra), Endi Suhadi (Fraksi Gerindra), Minun Latif (Fraksi PKB) dan Hamka Mudjiadi (Fraksi PAN-PPP).
Sedangkan yang menolak Pansus COVID-19 sebanyak tujuh anggota banmus yakni Adi Sutarwijono (Fraksi PDIP), Syaifudin Zuhri (Fraksi PDIP), Abdul Ghoni Mukhlis (Fraksi PDIP), Dyah Katarina (Fraksi PDIP), Sukadar (Fraksi PDIP), Arif fathoni (Fraksi Golkar) dan Herlina (Fraksi Demokrat-NasDem).