Dampak Fatwa MUI Soal Mata Uang Kripto Terhadap Kalangan Investor Muslim di Indonesia
Ada kemungkinan fatwa berubah
'Cryptocurrency' saat ini masih didiskusikan secara luas di kalangan ulama, cendikiawan dan berbagai institusi Islam di seluruh dunia.
Pada tahun 2018, Mufti Besar Mesir melarang perdagangan Bitcoin karena dianggap rentan berisiko bagi investor karena harga yang terlalu berfluktuasi.
Seorang ulama di Inggris, Haitham al-Haddad juga menganggap 'cryptocurrency' tidak halal karena mata uang virtual "tidak bernilai secara nyata".
Pandangan yang sama juga dimiliki oleh sejumlah ulama di negara lain, seperti Turki, Malaysia, dan Arab Saudi.
Tapi ada pula yang menganggap sebaliknya, yakni halal untuk diperdagangkan, seperti Darul Uloom Zakariyya, sebuah pusat fatwa di Afrika Selatan, atau penasihat Syariah di Pakistan yang Bernama Muhammad Abu Bakar, serta sejumlah ulama lainnya di Qatar dan Uni Emirat Arab.
Putri mengatakan kripto saat ini menjadi topik yang hangat di dunia Muslim dan ia mengaku sangat menghargai perbedaan pandangan, termasuk yang dikeluarkan MUI.
"Wajar saja, karena ini adalah hal yang baru dan kita semua masih dalam proses belajar."
Tapi menurutnya kecil kemungkinan larangan yang dikeluarkan akan berdampak bagi para investor kripto saat ini. Sebaliknya ia merasa malah akan membuka mata bagi para investor dan bahkan bagi yang baru akan mulai masuk pasar kripto.