Demam Menggigil di Gayo
Kamis, 30 Desember 2010 – 09:11 WIB
Memang ada yang tidak beres di tubuh saya. Tapi, demam itu saya tahan. Tujuan kunjungan ke Takengon harus tercapai dulu. Yakni, untuk melihat Danau Tawar yang akan menjadi sumber PLTA (pembangkit listrik tenaga air) Peusangan sebesar 80 MW. Hanya dari ketinggian gunung inilah danau Takengon bisa terlihat jelas berada di bawah sana. Terutama bagian di mana air dari danau itu mengalir ke sungai yang akan dijadikan proyek. Dari sini pula pemandangan terindah bisa dinikmati. Danau Laut Tawar itu terhampar damai di bawah sana, di pangkuan Pegunungan Gayo yang mistis. Dari ketinggian ini terlihat juga Kota Takengon yang terhampar di salah satu sisi danau itu.
Janji pergi ke Takengon memang tidak bisa saya abaikan. Sayalah yang mengundang pimpinan puncak Nippon Koei untuk datang ke Takengon saat saya menemuinya di Tokyo dua bulan lalu. Saya berjanji kalau bos besar Nippon Koei itu mau datang ke Takengon, saya sendiri yang akan mengantarkannya. Ini saya maksudkan agar proyek yang sudah tertunda 12 tahun lebih itu bisa segera dimulai kembali. Proyek ini penting agar Aceh segera mandiri di bidang energi listrik. Tidak lagi selalu bergantung kepada Sumut (karena Sumut sendiri juga memerlukan listrik lebih besar).
Sambil menahan gigil saya dengarkan paparan desain PLTA Peusangan di udara terbuka di ketinggian Pegunungan Gayo. Sesekali konsultan dari Nippon Koei (Koei dalam bahasa Jepang berarti engineering) menunjuk ke gambar proyek, sesekali pula menudingkan tangannya ke arah danau di bawah sana. Beberapa pertanyaan saya ajukan ke konsultan itu sambil gigi saya menahan gemeretak.