Detik-detik Satpol PP Merampas KTP Dekan FH UGR, Diwarnai Teriakan, Tegang
"Pada saat saya foto, semua meneriaki saya, kata mereka orang paham hukum tapi melanggar hukum. Dan saat itu oknum Pol PP menunjukkan KTP saya di tempat umum sambil menunjukkan tangannya pada saya, cara-cara tak etis. Saya pergi ke mobil saya pun diteriaki seperti orang tak berpendidikan hukum. Sangat tidak manusiawi sekali apa yang dilakukan aparat Sat Pol PP Provinsi NTB yang katanya menjalankan Perda tersebut," tegasnya.
Basri menegaskan pihaknya sangat paham dengan Perda Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Penyakit menular.
Dalam pasal 25 ayat (1) huruf a sangat jelas sanksi yang harus diberikan adalah sanksi administrasi atas pelanggaran pasal 17 huruf d (protokol kesehatan) yaitu teguran lisan, teguran tertulis, denda administratif paling banyak sebesar Rp500.000.
Selanjutnya huruf b adalah sanksi sosial. Kemudian Ayat 2 menyatakan Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara langsung pada saat operasi penertiban oleh Satpol PP bersama dinas.
Dan ayat 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.
"Sehingga harusnya berdasarkan sanksi yang dapat diterapkan dimulai dengan sanksi teguran lisan kemudian sanksi tertulis, baru sanksi denda. Tapi yang terjadi, tanpa menjelaskan kesalahan pihak Pol PP langsung menerapkan sanksi denda atau sanksi sosial yang tidak dikenal dalam kaedah ilmu hukum. Ini yang keliru," tukasnya.
Basri juga menyatakan sangat keberatan KTP miliknya diumbar ke publik saat razia tersebut. Sebab, Kartu Tanda Penduduk adalah data pribadi yang dilindungi oleh Undang-Undang.
"Jika data pribadi tersebar tanpa ada jaminan oleh pihak yang melakukan sita atas KTP saya dan tidak ada surat penyitaan dari KTP tersebut bukan lagi pelanggaran tetapi telah melakukan Tindak Pidana dalam Pasal 84 ayat (1) UU 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan khusus terkait data persorangan yang dilindungi," katanya.