Dibuang dari Jawa, Samin Surosentiko jadi Penduduk Padang
Secara singkat, ia menganjurkan agar manusia hidup baik. Jangan serakah, dapatkan segalanya dengan usaha sendiri, jangan bohong, jangan mencuri, jangan main perempuan, jangan iri hati dan beberapa jangan lagi.
"Sampai sekian tidak ada jeleknya. Tetapi, termasuk pula jangan bayar pajak dan jangan mengakui atasan!" begitu tulis koran-koran masa itu.
"Kalau pengikutnya hanya berbilang puluhan. Mungkin tak apa-apalah. Namun, awal abad ini (1900-an--red), menurut pemerintah (Hindia Belanda--red), dia telah mempunyai lebih dari 3000 pengikut. Tersebar di Pati, Semarang, Kudus, Grobogan, dan lain tempat."
"Maka menjadilah Surotiko alias Samin penduduk Padang. Beberapa konconya lagi dibuang ke Bengkulu dan Manado. Surotiko sendiri meninggal di Kotatengah selama Perang Dunia I."
Hanya segitu kisah Samin di Padang yang terekam dalam arsip dan koran-koran di zaman kolonial.
Selanjutnya, JPNN.com mengubak literasi lain mengenai lakon ini. Ternyata, bila di Padang ia dikenal sebagai Surotiko alias Samin, di negeri asalnya ia bernama Samin Surosentiko.
Lahir dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Blora pada 1859.
Dalam buku Sejarah Daerah Jawa Tengah yang disusun Moh Oemar, Sudarjo dan Abu Suud berdasarkan arsip sezaman, dikisahkan bahwa Samin mulai menarik pengikut sejak 1890.