Ditjen AHU Siapkan Regulasi Perlindungan Anak Hasil Kawin Campur
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah sudah mengatur status kewarganegaraan bagi anak pelaku perkawinan campuran dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
Ketentuan tersebut berlaku epanjang anak tersebut telah didaftarkan oleh orang tua atau walinya kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Apabila dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan asing, maka anak tersebut memiliki berkewarganegaraan ganda.
“Bagi anak berkewarganegaraan ganda pada waktu berusia 18 tahun atau sudah kawin harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya, dan kesempatan untuk memilih kewarganegaraan tersebut diberikan sampai anak tersebut berusia 21 tahun,” kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Cahyo R Muzhar yang dibacakan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta, Indro Purwoko dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/11).
Dia menjelaskan, pelaku kawin campur sesungguhnya merupakan objek dan sekaligus sebagai subjek UU Kewarganegaraan, termasuk dengan anak-anak dari pelaku kawin campur.
Dikatakan sebagai objek dan merupakan subjek UU kewarganegaraan, karena sebagai akibat perkawinan campuran seorang pelaku kawin campur dapat memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia, sebagaimana ditentukan pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
“Demikian halnya dengan anak pelaku kawin campur dapat berakibat berkewarganegaraan ganda. Problematika kewarganegaraan bagi anak dari pelaku kawin campur, terutama bagi anak yang lahir sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan mengingat batas waktu pendaftaran sudah berakhir pada tanggal 01 Agustus 2010, sehingga bagi anak yang tidak didaftarkan kepada Menteri, akan berlaku ketentuan asing,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa negara mempunyai kewajiban dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi anak hasil kawin campur .