Djoko Priyanto, Pelestari Bela Diri Pedang Asli Jepang di Indonesia
Tiap Pagi Ayunkan Pedang 100 Kali, Tak Kenal Istilah MenguasaiKarena itulah, dia mengajari murid-muridnya dengan pakem dan tata krama yang ketat. Belajar iaido butuh kesabaran ekstra. Biasanya, murid-murid Djoko yang tidak sabar akan langsung menyerah dalam waktu beberapa bulan.
Sebab, sepintas latihan iaido di tangan Djoko akan terlihat monoton dan tidak berkembang. ”Dulu di Jepang saya selama setengah tahun hanya belajar menggeser kaki,” ucap ayah Sena Prijanto Nagata, 10, dan Erina Prijanto Nagata, 7, itu.
Bela diri iaido, menurut Djoko, membawa banyak manfaat, terutama dari sisi psikologis. Antara lain, kesabaran, pengendalian diri, dan sifat rendah hati. ”Kalau seniman bela diri sudah bilang, ’Saya sudah menguasai,’ maka selesai sudah (proses belajarnya karena merasa bisa),” ucapnya.
Belajar bela diri dalam tradisi Jepang tidak akan pernah selesai. Karena itu, kalimat ”Saya sudah menguasai” sangat diharamkan. Meski baru menjuarai turnamen nasional, misalnya, esoknya dia harus berlatih lagi. Sebab, lawannya pasti juga akan berlatih agar di turnamen berikutnya lebih baik. Prinsipnya tiga. Yakni, sikap hati atau keteguhan, rasa terima kasih, dan kontinuitas.
Djoko melatih di Indonesia berbekal lisensi hasil belajar selama sebelas tahun. Selain itu, dia memiliki cukup banyak prestasi. Prestasi Djoko di Jepang tidak bisa dibilang remeh. Pada tahun ketiga dia sudah menjadi jawara iaidodan 1 pada kejuaraan nasional Jepang dan juara I West Japan Jodo Tournament.
Setahun kemudian, pada 2004, dia menjadi runner-up nasional jodo dan 2. Djoko juga menjadi best performer dalam Kanto-Koshinetsu Iaido Tournament (9 prefektur) pada 2010. Di luar itu, dia sering menjuarai turnamen tingkat Provinsi Fukuoka. ”Saya sudah minta izin sensei untuk tidak sering ikut kejuaraan nasional. Karena biaya akomodasinya mahal, saya tidak mampu,” tuturnya.
Lagi pula, jika digunakan untuk mengukur kemampuan, kejuaraan provinsi dinilai lebih baik daripada kejuaraan nasional. Di Jepang, basis jawara iaidodan dojo ada di tiga provinsi, yakni Fukuoka, Kanagawa, dan Tokyo. Pada turnamen level provinsi, lawan yang dihadapi lebih berat karena pesertanya adalah sesama jawara di provinsi tersebut.
Djoko menuturkan, kali pertama hendak berguru, dirinya memiliki tubuh yang kekar. Kala itu, sebagai karateka, dia membentuk tubuh sehingga menjadi atletis dengan berat badan 85 kilogram. Sesampai di dojo, dia langsung diusir Higuchi. ”Saya tidak butuh manusia macam kamu,” tutur Djoko, menirukan ucapan Higuchi kala itu.