Dokter Edi S. Tehuteru; Terapkan Hospital-Schooling untuk Penuhi Hak Pasien Kanker Anak
Tergugah saat Hadi Minta Buku Pelajaran dari Pontianakjpnn.com - Masa pengobatan kanker yang panjang sering menghambat pasien anak untuk mendapatkan hak belajar. Hal itu menjadi perhatian dr Edi Setiawan Tehuteru dari RS Kanker ’’Dharmais’’ Jakarta. Dia lalu menggagas hospital-schooling dan pendekatan psikososial untuk pasien kanker anak.
Laporan Nora Sampurna, Jakarta
''ONE… two… three,'' ucap Rizky Maulana, 3, pelan-pelan menirukan ucapan Fatini Bong, volunter yang mengisi kelas, Selasa pagi itu (28/4). Meski awalnya malu-malu, Rizky akhirnya mau menyebutkan angka dalam bahasa Inggris. Di depannya, Luna, bocah perempuan 3 tahun 10 bulan, asyik mewarnai kertas gambar.
Rizky dan Luna merupakan pasien leukemia yang dirawat di bangsal anak RS Kanker ''Dharmais'' Jakarta. Meski sedang berjuang melawan penyakit berat, senyum dan semangat anak-anak tersebut untuk belajar tidak pudar.
Aktivitas belajar itu dilakukan di dalam ruangan yang di-setting seperti perpustakaan dengan buku-buku pelajaran serta bacaan anak yang tersusun di rak. Dinding ruangan dilukis dengan warna-warna ceria, berkonsep friendly ward (bangsal ramah) yang membuat anak-anak makin betah. Kegiatan yang sedang berlangsung itu merupakan penerapan hospital-schooling dan metode psikososial yang dicetuskan dr Edi Setiawan Tehuteru SpA (K) MHA IBCLC.
Menurut Edi, pasien anak harus tetap mendapatkan hak untuk terus menjalani proses tumbuh kembang. ''Kita harus memperhatikan dan menyediakan fasilitas agar mereka tetap bisa belajar dan bermain,'' ujarnya.
Sebab, kata Edi, pengobatan kanker anak-anak tidak hanya berfokus pada mengatasi kankernya semata, tetapi juga membantu anak untuk tetap bisa menjalani kehidupan normal sesuai dengan tingkat usia mereka.
Menyelesaikan pendidikan dokter umum di Universitas Trisakti Jakarta dan spesialis anak di Universitas Indonesia, Edi kemudian mengambil pendidikan tambahan tentang onkologi anak di Amsterdam Medical Center, Belanda. Di sana, dia mendapat ilmu bahwa penanganan pasien kanker anak tidak cukup hanya secara medis. Tetapi, unsur psikologis dan sosial mereka juga harus mendapat perhatian agar pengobatan makin menyeluruh.