Dorong Revisi UU Jaminan Fidusia demi Kemudahan Berbisnis
jpnn.com, DENPASAR - Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daulat P Silitonga menilai UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia perlu direvisi. Tujuannya demi bisa meningkatkan daya saing nasional dalam hal kemudahan berbisnis.
Daulat mengatakan, pemerintah telah menargetkan agar Indonesia bisa tembus dalam 35 besar Ease of Doing Business (EODB) versi Bank Dunia pada tahun depan. Menurutnya, jaminan fidusia sangat penting terutama dalam pemberian getting credit terhadap benda bergerak dari lembaga keuangan selaku debitur kepada kreditur dari masyarakat.
Namun, seiring berkembangnya zaman, ada cara-cara penjualan secara kredit atas benda bergerak yang belum diatur dalam UU Jaminan Fidusia. “Perlu dilakukan reformasi penjaminan benda bergerak dan memperjelas kedudukan kreditur preferen dan kokuren serta lainnya,” kata Daulat saat menyampaikan paparannya pada acara Uji Publik Kajian Perubahan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Fidusia dengan tema Refleksi 18 Tahun UU Fidusia di Hotel Aston Denpasar, Bali, Kamis (7/9/).
Saat ini, getting credit di Indonesia terutama dalam hal jaminan fidusia sudah mengalami banyak perbaikan di bidang pelayanan. Misalnya, ada pendaftaran melalui aplikasi fidusia online yang hanya membutuhkan 7 menit.
Direktur Perdata Ditjen AHU Daulat P. Silitonga (nomor 2 dari kanan) dalam acara Uji Publik Kajian Perubahan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Fidusia dengan tema Refleksi 18 Tahun UU Fidusia di Hotel Aston Denpasar, Bali, Kamis (7/9/). Foto: Kemenkumham
Layanan itu bermanfaat untuk membuka akses fidusia online bagi perbankkan, perusahaan pembiayaan dan masyarakat perorangan. Bahkan, masyarakat dapat mengecek sendiri barang yang akan dijaminkan, lalu mencetak sendiri sertifikat fidusia.
Selain itu, perbaikkan dalam sertifikat fidusia juga bisa dilakukan secara online. Hanya saja, kata Daulat, masih ada hal yang perlu dilengkapi.