DPR Sudah Menolak, Kok Pemerintah Masih Naikkan Iuran BPJS Kesehatan?
Dewi juga merespons sikap pemerintah yang merasa optimistis terjadi surplus dana JKN bila terjadi kenaikan iuran yakni pada 2020 sebesar Rp 17,2 triliun, 2021 senilai Rp 11,59 triliun, 2022 sebesar Rp 8 triliun, dan 2023 senilai Rp 4,1 triliun.
“Itu dalam penyampaikan kementerian keuangan saat itu,” katanya.
Politikus Partai Golkar itu meyakini semua stakeholder yang ikut rapat hari ini, terlibat langsung membahas rencana kenaikan. Lantas, dia mempertanyakan apakah sudah dihitung implikasi dari penurunan kelas yang saat ini terjadi dan dilakukan masyarakat, atau penuruan keaktifan masyarakat membayar.
“Jika tidak ada perbaikan dalam sistem manajemen penyelenggaran JKN kami tidak yakin kenaikan premi akan bisa menanggulangi,” ujar Dewi.
Dia juga memberi pesan khusus kepada BPJS, terkait kesimpulan nomor delapan ragab 12 September.
Pada poin delapan itu, Komisi IX dan XI DPR mendesak BPJS Kesehatan segera menindaklanjuti rekomendasi hasil audit BPKP terkait piutang iuran segmen PBPU sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jamkes.
“Kami mendesak BPJS menindaklanjuti hasil audit BPKP terkait piutang iuran segmen pekerja bukan penerima upah sesuai Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016.
Terdapat selisih besar, dan ini bisa berguna menambal iuran BPJS,” ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR Sutan Adil Hendra mengatakan persoalan terhadap defisit BPJS Kesehatan ini sudah mulai terjadi sejak 2015. Menurut dia, berdasar data yang ada sampai 2018 defisitnya sebesar Rp 49,3 triliun. Pada 2019, kata dia, akan diprediksi terjadi defisit Rp 32,84 triliun.