Draf Perpres TNI Bisa Membingungkan dalam Penegakan Hukum Kasus Terorisme
jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pihak terus mengkritisi pemberian kewenangan TNI dalam penanganan terorisme.
Pasalnya, hal ini dikhawatirkan akan mengacaukan penanganan terorisme. Salah satunya dalam hal peradilan.
"Kalau ditangani oleh militer nantinya membingungkan karena militer tidak mengikuti peradilan sipil tapi peradilan militer. Nanti mana yang ditangkap polisi dan TNI jadi bingung," kata Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani ketika dihubungi pada Jumat (29/5).
Julius pun menerangkan alasan lain mengapa begitu banyak pihak menolak rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang telah diserahkan pemerintah ke DPR awal Mei lalu itu.
"Kewenangan TNI menangani terorisme dalam koridor criminal justice system itu sudah offside. Mengganggu sistem ketatanegaraan sebab dalam criminal justice system tugas pencegahan, penindakan sudah ditangani Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT)," beber dia.
Begitu juga dari segi substansi yang banyak menimbulkan multitafsir.
Dalam Pasal 3 draf Perpres TNI misalnya, TNI boleh melakukan operasi intelijen, operasi teritorial, operasi informasi, dan operasi lainnya.
“Operasi lainnya apa? Ini tidak dijelaskan dalam perpres. Jangan-jangan nanti ditafsirkan sendiri. Itu akan bertentangan dengan Pasal 7 UU TNI. Tugas perbantuan dalam hal ini Operasi Militer Selain Perang (OMSP) itu kewenangannya harus diatur UU bukan perpres,” kata Julius.