Draf Perpres TNI Dinilai Bisa Menyulitkan Pengungkapan Jaringan Teroris
jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pihak terus menyoroti draf Peraturan Presiden (Perpres) pelibatan TNI dalam memberantas terorisme. Pasalnya, pengungkapan jaringan teroris akan menjadi masalah tersendiri karena metode yang akan digunakan menggunakan parameter perang.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Ali Safa’at menekankan, ketika penindakan dilakukan dengan pendekatan perang justru akan menimbulkan spiral kekerasan.
Menurut dia, TNI yang disiapkan untuk perang mempunyai parameter berbeda dengan penegakan hukum. Semua ini akan mengalami masalah, utamanya dalam hal pengungkapan jaringan dan pembuktian saat persidangan.
“Karena militer dilatih dan dipersiapkan untuk perang maka penanganan teroris jika Perpres disahkan, metodenya akan menggunakan metode perang. Pengungkapan jaringan terorisme dan pembuktian pelaku menjadi problem tersendiri,” kata Safa’at dalam diskusi secara virtual dengan tema "Kupas Tuntas Kontroversi Rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Terorisme", Jumat (5/6).
Safa’at menerangkan, secara perspektif konstitusi telah jelas diatur bahwa TNI memegang peran pertahanan, sementara Polri bertanggung jawab atas keamanan.
“Jelas TNI bertanggung jawab dalam pertahananan, ancaman perang, kedaulatan, biasanya berhadapan dengan pemberontakan dan invansi negara lain menggunakan metode perang. Sedangkan aspek keamanan di antaranya meliputi ketertiban dan penegakan hukum," ujar salah satu pakar hukum tata negara ini.
Dalam konteks terorisme, perspektifnya ditegaskan Safa’at sebagai tindak pidana. Jelas dalam UU disebutkan pemberantasan terorisme merupakan tindak pidana. “Jelas (terorisme) bukan ancaman perang,” tegasnya.
Hal lain yang tak kalah krusial adalah dalam draf perpres itu tak adanya kontrol penindakan dalam penanganan terorisme.