Dua Mantan Presiden AS Tembus Korea Utara
Minggu, 29 Agustus 2010 – 13:00 WIB
Ketika itu, Kim Il-sung mengancam bakal mengusir para pengawas nuklir dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Itu terjadi setelah AS mengutarakan kekhawatirannya bahwa Korut akan memproduksi senjata atom lewat program nuklirnya. AS pun menyiagakan sejumlah pasukan di perbatasan Korea Selatan (Korsel) dan siap berperang dengan Korut. Untung, dalam dialognya dengan Kim Il-sung, Carter berhasil memenangi dukungan untuk berdamai. AS dan Korut lantas meneken kesepakatan Agreed Framework pada tahun yang sama.
Bradley Martin, jurnalis senior harian Boston Globe, menanggapi keberhasilan misi kemanusiaan pribadi Carter dan Clinton itu dengan skeptis. "Ini hanyalah siklus. Seperti perubahan musim. Saat Korut bertindak kelewat batas, AS mengetatkan sanksi. Perdebatan bergulir, mulai sanksi sampai tindakan militer. Tapi, akhirnya AS lebih memilih jalur diplomasi yang berujung pada kesepakatan. Korut pun menyambut baik dan menitipkan sejumlah persyaratan dalam kesepakatan tersebut," jelasnya sebagaimana dilansir surat kabar terbitan Boston itu Jumat lalu (27/8).
Pada dasarnya, lanjut Martin, Korut sulit berubah. Mereka hanya bersiasat dengan AS untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Salah satunya, menukar tawanan asal AS dengan jaminan soal nuklir. Pyongyang berharap, lewat perundingan, mereka bisa berargumen untuk memenangi dukungan masyarakat internasional terkait dengan nuklir. Sejauh ini, hanya Tiongkok yang mendukung alur perundingan nuklir Korut.