Dudung
Fadli menjadi media darling untuk beberapa lama. Komentar-komentarnya selalu tajam terhadap kekuasaan. Ia menyindir Jokowi yang lebih memilih menjajal Sirkuit Mandalika daripada mengunjungi korban banjir di Sintang.
Fadli juga mengritik penggundulan hutan dengan cuitannya ‘’deforestasi itu nyata’’.
Seperti jargon iklan rokok, ‘’how low can you go’’ atau ‘’how far can you go’’, seberapa jauh sih Fadli dibebaskan berkicau, seberapa jauh dia dibiarkan menjadi kritikus pemerintah? Nah, pertanyaan itu akhirnya terjawab ketika Gerindra akhirnya menegur Fadli secara terbuka dan memerintahkannya untuk ‘’shut up!’’ alias tutup mulut.
Fadli pun tutup mulut. Setidaknya dalam dua minggu terakhir ini Fadli menghilang dari dari jagat maya, yang selama ini menjadi wahananya untuk berekspresi. Setelah menghilang dua minggu Fadli muncul dengan mengunggah foto bareng Puan Maharani dalam sebuah acara parlemen di Madrid.
Selesai sudah. Fadli diam, dan media kehilangan salah satu darling yang selalu siap memberi pasokan berita.
Dari kalangan oposisi masih muncul Mardani Ali Sera dari PKS. Namun, Mardani tidak segarang Fadli yang berani tarung. Mardani malah sangat defensif ketika muncul kontroversi interupsi di rapat pleno DPR soal pengangkatan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.
Alih-alih meladeni gertakan PDIP, Mardani malah minta maaf.
Jenderal Dudung Abdurrachman bukan politisi. Namun, dia tahu persis bagaimana bermain seperti politisi. Beberapa komentarnya lebih mirip sebagai komentar politisi ketimbang komentar jenderal Angkatan Darat.