E-Budgeting, Jokowi dan Ahok Dianggap Kebiri Fungsi Legislatif
jpnn.com - JAKARTA - Sistem penyaringan anggaran e-budgeting yang dicetuskan Presiden Joko Widodo dan rekannya Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mendapat pujian sekaligus kritik dari berbagai kalangan.
Menurut Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, sistem itu mengurangi fungsi parlemen yang seharusnya mengurus anggaran.
"Peran legislatif dalam pembahasan anggaran sangat penting untuk mengimbangi pemerintah agar tidak berubah jadi otoriter," ujar Margarito dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jakarta, Rabu (18/3).
Margarito juga tidak sependapat dengan istilah yang dilontarkan Ahok mengenai 'dana siluman' dari DPRD DKI Jakarta
dalam konteks kisruh APBD 2015.
Pasalnya, kata dia, jika ada anggaran 'sengaja' masuk draf APBD di luar yang sudah disepakati Pemprov-DPRD DKI, maka yang harus disalahkan adalah Pemprov DKI. Ditambah ulah Ahok yang menyerahkan draf APBD yang bukan hasil kesepakatan dengan dewan ke Kemendagri.
"Harusnya yang diserahkan itu yang sesuai kesepakatan dengan DPRD. Kalau pakai yang sebelumnya tidak disepakati ya Pemprov DKI yang salah," sambung Margarito.
Dia juga mendukung hak angket untuk memperbaiki masalah tersebut. Kritik juga datang dari Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi. Aktivis yang dulu vokal melayangkan berbagai protes di zaman Presiden SBY ini mempertanyakan fungsi legislatif berupa penganggaran dan pengawasan yang dianggapnya dikurangi melalui sistem e-budgeting tersebut.
"E-budgeting adalah program yang dirancang agar eksekutif berjalan tanpa ada kontrol parlemen," ujar Adhie.