Enam Alasan Kornas MP BPJS Dukung Pembentukan Pansus JKN
Kelima, pelayanan sejumlah faskes dan RS mitra BPJS Kesehatan dianggap buruk dan tak taat asas. Sayangnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan tak tegas dalam menerapkan sanksi.
"Contoh, adanya diskriminasi antara pasien umum dan BPJS Kesehatan. Banyak ditolaknya pasien BPJS Kesehatan, karena fasilitas kamar rawat inap RS penuh, RS minta uang muka perawatan kesehatan, kelangkaan obat bagi peserta BPJS, dan sebagainya," beber Hery mencontohkan.
Keenam, menguatnya fenomena moral hazard yang mendera pengelolaan BPJS Kesehatan. Ini, ditandai dengan temuan KPK atas satu juta klaim fiktif dari mitra BPJS Kesehatan.
Sejak berdiri pada 2014 silam, BPJS Kesehatan selalu merugi. Di tahun pertama, misalnya, defisit sebesar Rp3,3 triliun. Naik menjadi Rp5,7 triliun di 2015 dan Rp 9,7 triliun pada 2016. Defisit pada 2017 membengkak di atas Rp 11 triliun. Pada 2018 kembali alami defisit Rp 9 triliun hingga 2019 disinyalir defisit Rp 28 triliun.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan JKN dan BPJS Kesehatan sebagai realisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus ditata ulang. Menurutnya, untuk mendesain ulang JKN harus ada upaya mengurai persoalan yang selama ini terjadi.
Lebih lanjut, Misbakhun menduga ada data yang tak valid tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Skema siapa yang berhak menerima PBI, sebut dia, juga menjadi masalah dan harus dicari solusinya agar tak muncul ketidakadilan.
Berangkat dari hal-hal tersebut, Misbakhun menyatakan, sebaiknya persoalan menyangkut BPJS Kesehatan diurai melalui Pansus JKN bentukan DPR. Alasannya, persoalan BPJS Kesehatan bukan hanya masalah keuangan.
“Kombinasi permasalahan di BPJS ini bukan single, sangat banyak. Ide mengenai pembentukan Pansus JKN ini penting untuk membedah dan kemudian hasilnya kita rekomendasikan ulang SJSN kita,” pungkasnya.(fri/jpnn)