Enggak Punya Uang, yang Bisa Saya Sumbangkan adalah Darah Saya
Perempuan pendonor darah di Indonesia sangat minim. Jumlahnya hanya dua persen dari total pendonor darah tiap tahunnya.
Bagi Eti, donor darah bukan lagi sebagai hobi. Donor darah jadi kewajiban baginya atas dasar rasa kemanusiaan.
"Saya kan enggak punya uang untuk bantu-bantu. Yang bisa saya sumbangkan adalah darah saya. Alhamdulillah golongan darah saya O jadi bisa digunakan semua orang," tuturnya.
Jiwa pahlawan Eti juga tampak saat dirinya mengkampanyekan donor darah pada keluarga terdekat dan teman-temannya. Keempat saudara kandungnya pun kini rajin mendonorkan darah meski tidak serutin Eti.
Perempuan berhijab ini juga membuat teman-temannya tertarik donor darah. "Kebetulan teman saya suka migrain. Saya ajak donor darah, eh migrainnya hilang dan dia kini rutin donor darah," cerita Eti dengan wajah semringah.
Namun, di balik suksesnya Eti mengajak orang berdonor darah, dia tidak berhasil memengaruhi suaminya. Suaminya, Ismeldi Anwar, yang dinikahinya 2006 silam, enggan donor darah. Alasannya takut jarum suntik dan lihat darah.
Berkali-kali Eti mengajak Anwar ke PMI tapi selalu gagal saat akan diambil darahnya. Beruntung, anak semata wayang Eti yang duduk di kelas VI SD sudah tertanam jiwa sosialnya.
"Anak saya sudah ditanamkan tentang makna mendonorkan darah. Alhamdulillah anak saya berani dan selalu melihat setiap tetes darah saya yang diambil saat proses donor darah," tuturnya.