Fadli Zon: Diam-Diam HPP Membunuh Petani
"Jadi, HPP adalah kebijakan yang membunuh petani secara diam-diam, karena harga jual ditetapkan di bawah BPP (biaya pokok produksi)," ungkapnya.
Fadli mengatakan dengan kebijakan HPP, Bulog jadi tak bisa menyerap harga gabah petani jika harganya lebih dari Rp 3.750 per kilogram.
Sebab, bila memaksa untuk membeli gabah petani di atas HPP, maka Bulog bisa dianggap melanggar hukum atau dituduh melakukan tindak pidana korupsi.
"Konsep HPP terbukti tidak mendukung upaya menyejahterakan petani. Ini produk kebijakan IMF 20 tahun lalu yang memaksa liberalisasi dan melucuti peran negara," ujarnya.
Fadli menduga, rendahnya daya serap Bulog atas gabah petani selama ini adalah karena belenggu Inpres 5/2015. Tahun ini misalnya, Bulog hanya menargetkan penyerapan gabah petani sebesar 2,7 juta ton.
Padahal realisasi penyerapan gabah tahun 2015 dan 2016 saja angkanya mencapai 2,6 dan 2,9 juta ton. "Gudang Bulog itu isinya kosong melompong, karena mereka tak bisa menyerap gabah petani," ujarnya.
Itu sebabnya HKTI meminta agar pemerintah segera mencabut Inpres 5/2015. Ganti konsep HPP dengan konsep ‘floor price’ (harga dasar). HKTI mengusulkan agar harga dasar gabah ditetapkan di angka 120 persen dari BPP.
Dengan kebijakan ini, petani dipastikan untung 20 persen jika menjual gabahnya ke Bulog. Di sisi lain, gudang Bulog juga dipastikan tak akan banyak menganggur. Cadangan pangan bisa penuh, karena Bulog jadi bisa menyerap maksimal gabah petani.
Saat harga gabah naik melebihi harga dasar, Bulog diberikan instrumen harga pasar. Bulog diberikan keleluasaan untuk membeli gabah hingga batas maksimal tertentu, misalnya Rp 5.500 per kilogram.