Fadli Zon Ingin PP 72/2016 Direvisi Dulu Sebelum Holding
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai langkah pemerintah membentuk induk usaha (holding) di sejumlah sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu upaya privitasisasi terhadap perusahaan-perusahaan strategis negara.
Dengan privatisasi, potensi penjualan aset-aset negara tanpa persetujan DPR pun akan memiliki kencederungan yang sangat tinggi, jika dibandingkan tanpa dilakukan holding.
"Saya lihat ada potensi dan kecenderungan itu (penjualan aset) besar walaupun argumentasi pemerintah masuk akal yakni untuk memperbesar kapital. Apapun alasannya kami tidak mau kejadian seperti Indosat kembali terjadi. Dan fungsi pengawasan DPR tidak boleh dihilangkan," ujar Fadli di Jakarta, Rabu (29/11).
Seperti diketahui, dalam waktu dekat pemerintah melalui Kementerian BUMN akan membentuk enam holding company yang meyasar sektor pertambangan, jasa keuangan, minyak dan gas bumi berikut tiga sektor lainnya.
Di tahap awal, pembentukan holding company menyasar sektor pertambangan, ditandai dengan dihapusnya status persero pada PT Timah (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.
Setelah status persero tadi dihapus, saham negara di tiga perusahaan tersebut akan diberikan (inbreng) ke PT Indonesia Asahan Aluminium (persero) selaku induk usaha, sehingga memiliki konsekuensi Antam, PTBA dan Timah tidak lagi menyandang status BUMN.
Meski pemerintah mengklaim tidak ada yang berubah dari hak dan kewajiban 3 perusahaan tadi, namun Fadli meyakini bakal ada perubahan terkait mekanisme yang sejati merupakan tugas dan kewenangan DPR.
Berangkat dari hal itu, Fadli pun meminta pemerintah memberikan penjelasan yang komprehensif kepada DPR seputar pelaksanaan holdingisasi BUMN.