Faktor Ideologis Penyebab Terbesar Politikus Pindah Partai
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan ada empat faktor yang menyebabkan politisi pindah partai jelang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019-2024.
Pertama, tidak begitu kuatnya ikatan ideologis antara kader dengan partai tempatnya bernaung. Amali mengatakan, kalau ikatan kuat maka apa pun kondisi partainya, kader tetap akan bertahan dengan keyakinan ideologi yang ada di partai tersebut.
“Saya terus bertahan di partai saya karena ada ideologi sama yang kami yakini dengan partai yang kami tempati. Kalau longgar kapan saya bisa berpindah,” kata Amali di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/7).
Kedua, lanjut Amali, adanya konflik di partai. Konflik itu bisa terjadi antara kader dan pengurus, maupun sesama kader di partai tersebut. Ini juga terjadi pada Golkar pada akhir 2014 hingga 2015 dan konflik berakhir pada 2016.
Itu berimbas banyaknya kader potensial meninggalkan Partai Golkar dan mencalonkan diri lewat partai lain pada saat Pilkada Serentak 2015 "Konflik individu pengurus, sesama kader jadi penyebab politisi pindah partai,” ungkap Amali.
Ketiga, masalah keberlangsungan partai. Dengan aturan parliamentary threshold (PT) 4 persen, orang akan mempertimbangkan apakah partainya bisa lolos atau tidak. “Ini juga jadi pertimbangan dari yang berpindah, partai yang diwakili harus lolos threshold. Kalau tidak mencapai, maka dia tidak akan bisa bertahan,” katanya.
Keempat, lanjutnya, sistem proporsional terbuka. Dengan sistem ini maka kompetisi antara caleg satu partai maupun dengan partai lain semakin terbuka. “Kalau ada partai yang kira-kira bisa menyiapkan atribut, bendera, kaus, itu jadi pilihan orang. Tidak salah orang akan memilih itu. Tapi itu jadi variabel terakhir,” katanya.
Dari sejumlah variabel itu yang paling penting adalah persoalan ideologis tegas Amali. Kalau ikatan kuat maka faktor yang lainnya tidak akan berpengaruh apa pun.