Formappi: Pola Pikir DPR soal Revisi UU MD3 Kacau
jpnn.com, JAKARTA - Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) kembali menggelinding di awal 2018. Revisi ini tidak kunjung selesai sejak digulirkan 2017 lalu. Padahal, isu yang menjadi fokus revisi hanya penambahan satu kursi pimpinan DPR untuk PDI Perjuangan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan isu penambahan kursi untuk PDI Perjuangan itu tidak mudah disepakati. Jika fraksi-fraksi koalisi pendukung pemerintah kompak menyetujui, bukan hal sulit bagi DPR mengetok palu pengesahan revisi MD3 itu.
Lucius mengatakan dari aspek argumentasi, alasan menambah satu kursi bagi PDI Perjuangan tampaknya masuk akal. Sebagai peraih kursi terbanyak di parlemen sudah seharusnya jatah pimpinan memang diperoleh PDI Perjuangan.
Namun, ujar Lucius, argumentasi itu yang justru dinafikan DPR ketika mengesahkan pembahasan UU MD3 menjelang akhir periode 2009-2014 lalu.
Sebagai pengganti mekanisme pemilihan pimpinan DPR dari sistem proporsional berdasarkan perolehan kursi, fraksi-fraksi pada saat itu menyepakati mekanisme berdasarkan paket yang kemudian diatur di UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
"Dengan latar belakang itu tampaknya memang ada kekacauan pola berpikir di DPR dalam konteks perubahan UU MD3 ini," kata Lucius, Jumat (19/1).
Menurut Lucius, mereka kelihatannya membatasi diskursus kursi pimpinan dalam proses revisi ini hanya pada bagaimana menyenangkan PDI Perjuangan sebagai partai peraih suara terbanyak Pemilu 2014.
"Anehnya, PDIP mau saja menerima pemberian kursi yang sesungguhnya lebih bernuansa sinisme atau menganggap remeh PDIP yang faktanya merupakan pemenang jumlah kursi di parlemen," papar Lucius.