Forum Guru Khawatir Pembatalan SKB 3 Menteri Menyuburkan Intoleransi di Sekolah
jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas) mengejutkan banyak pihak, termasuk insan pendidikan.
Pembatalan SKB 3 Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemda pada jenjang pendidikan dasar dan menengah itu dikhawatirkan menyuburkan toleransi.
Sebab, di sekolah masih banyak ditemukan sikap intoleransi terkait simbol dan pakaian bercirikan agama.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan sikap yang menunjukkan intoleransi tersebut dilakukan oleh sekolah (oknum guru atau kepala sekolah) maupun kepala daerah dengan alasan diatur perda atau sejenisnya.
"Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru," ujar Satriwan di Jakarta, Sabtu (8/5).
Dalam catatan P2G, misalnya, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere (2017) dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari (2019). Jauh sebelumnya, pada 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali.
Kasus terkait kewajiban mengenakan jilbab bagi semua siswa terjadi di SMP negeri di Kabupaten Banyuwangi (2017), sebuah SD negeri di Kabupaten Gunung Kidul yang mewajibkan semua kelas 1 mengenakan busana muslim (2019).
"Kami khawatir, dengan pembatalan SKB 3 Menteri ini potensi sikap intoleransi baik melalui aturan sekolah maupun perda akan terus bermunculan ke depannya," ucapnya.