Freddy Numberi Ingatkan Milenial Bahaya Politik Adu Domba
jpnn.com, JAKARTA - Tokoh Senior Masyarakat Papua Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi lontarkan kekhawatirannya terhadap situasi politik nasional saat ini utamanya di Tanah Papua. Dia mendapati ujaran kebencian yang kemudian disusul dengan isu rasisme dan diskriminasi kini mulai menghantui sebagian generasi milenial Papua, baik dalam negeri maupun di kota-kota studi di luar negeri.
Situasi ini pula yang menyebabkan situasi Papua terus memanas akibat kritik yang datang baik dari luar negeri maupun dalam negeri sendiri.
Menurut Freddy, untuk atasi hal tersebut, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dibutuhkan suatu perubahan sikap politik dan kebijakan yang arif dalam menelaah situasi di Papua dewasa ini.
Rekonsiliasi juga diperlukan untuk mengatasi konflik secara menyeluruh, serta menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang telah terjadi dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM melalui perbaikan kebijakan yang mengutamakan perlindungan keselamatan manusia sebagai ciptaan Tuhan YME.
"Para diplomat di negara-negara yang selalu mengkritisi Pemerintah Indonesia, harus menguasai anatomi permasalahan di Papua secara baik, sehingga bijak dalam menjelaskan persoalan yang terjadi di Papua, tanpa terkesan menutupi fakta nyata di lapangan terutama masalah pelanggaran HAM. Fakta bahwa keberhasilan pembangunan selama 57 tahun (1 Mei 1963-1 Mei 2020) telah diraih Papua sejak kembali ke NKRI, dibandingkan 125 tahun (24 Agustus 1828-1 Mei 1963) dibawah imperium Belanda," kata Ambassador Freddy Numberi , dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (15/7).
Tidak bisa dipungkiri, sambung Freedy, fakta di lapangan bahwa masih ada kemiskinan dan kesehatan yang belum teratasi dengan baik dan tuntas di Tanah Papua, di samping adanya pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia. Namun demikian, dirinya berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang selama pemerintahannya sangat peduli terhadap masyarakat Papua.
Hal ini dibuktikan bukan saja pada kunjungannya yang lebih dari 15 kali ke Tanah Papua, tetapi pembangunan yang dilakukan Jokowi melalui pendekatan antropologi-budaya yang perlu di apresiasi.
"Seharusnya seluruh jajaran pemerintahan di pusat maupun di daerah mengikuti jejak langkah Presiden Jokowi dalam membangun Papua. Dengan demikian isu-isu negatif yang berkembang baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama di Papua dapat di tepis," tutur eks Menteri Perhubungan ini.