Ganti Kru
Oleh Dahlan IskanTernyata tetap terjaga baik. Tetap bersih sekali –pun toiletnya, bahkan tempat duduk eksekutif itu sudah berubah: bukan lagi kain khusus. Sudah diubah jadi semacam plastik khusus. Atau kulit sintetis.
Itu lebih baik. Lebih sehat. Tidak menyerap debu.
Saya lihat ada dua tempat duduk kosong di depan saya. Saya pindah ke situ: bisa tidur mlungker. Yang penting, punggung bisa ditaruh terbaring. Lumayan.
Kalau toh malam itu saya kurang bisa tidur, mungkin ada penyebab lain: Liverpool kalah. Atau karena Wi-Fi saya kurang kuat.
Pertandingan tengah malam itu sering putus. Saya coba pindah ke Wi-Fi gratis yang disediakan KAI –lebih parah lagi. ”Wi-Fi gratis ini buang-buang uang. Tidak ada penumpang yang pakai. Lemot sekali,” ujar penumpang di belakang saya.
Pukul 05.00 kereta sudah tiba di Jakarta-Gambir: 7 jam 55 menit. Rasanya sulit lebih cepat dari itu: biarpun relnya sudah ganda.
Atau, jangan-jangan ditemukan ide baru lagi: agar investasi rel ganda itu lebih bermakna.
”Kenapa harus berhenti di Bojonegoro?” tanya saya.
”Bu bupatinya minta terus. Kan ada minyak bumi di sana,” ujar Suharianto.
”Kenapa berhenti di Semarang?”
”Cukup banyak penumpang dari Semarang.”