Gelar Karpet Merah untuk Eks Koruptor, Bawaslu Pro-Korupsi?
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menentang keras opini yang mengesankan Bawaslu pro-korupsi karena meloloskan sejumlah mantan koruptor sebagai bakal calon anggota legislatif di Pemilu 2019. Menurut Said, keputusan Bawaslu sudah tepat karena hak dipilih dan memilih dilindungi konstitusi.
"Saya sangat mendukung sebenarnya niat baik KPU membatasi mantan koruptor maju sebagai calon anggota legislatif. Cuma persoalannya, cara yang ditempuh kurang tepat," ujar Said kepada JPNN, Selasa (4/9).
Menurut Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), dalam UUD 1945 memang dimungkinkan adanya pembatasan terhadap HAM.
Pasal 28j ayat 2 UUD 1945 mengatur bahwa dalam menjalankan kebebasan setiap orang harus tunduk pada ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang.
"Pertanyaannya, apakah dalam UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu ada pembatasan mantan narapidana korupsi tidak boleh menjadi caleg? Kalau tidak ada, maka saya kira tidak tepat KPU membatasi hak orang untuk maju sebagai caleg lewat Peraturan KPU," ucapnya.
Said juga mengingatkan, dalam Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan, peraturan perundang-undangan bersifat hirarkis. Peraturan yang lebih rendah tak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
"PKPU itu kan di bawah UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu atau di bawah UU tentang HAM," katanya.
Lebih lanjut Said mengatakan, saat wacana pembatasan hak mantan narapidana korupsi hendak dibatasi KPU lewat PKPU, Bawaslu sebenarnya sudah bersikap. Lembaga pengawas pemilu menilai, pembatasan berpotensi mengangkangi undang-undang. Namun, KPU tetap jalan.