Gempa dan Tsunami Jelang Magrib Telah Mencerai-beraikan Kami
Nah, saat rapat siang pukul 13.00 Wita itu, masih sebelas kru lagi yang belum diketahui keberadaannya. Empat di antaranya dari redaksi. Mereka adalah Sudirman, Ujang Suganda, Rijal, dan Moh. Salam.
Sulitnya komunikasi di Palu pascagempa membuat warga dibuat panik oleh isu-isu yang tidak jelas. Setiap malam para pengungsi mendengar isu akan adanya gempa. Yang lebih besar.
Bahkan, isu tsunami pun kerap terdengar. Ada dugaan modus pihak tertentu untuk mencari kesempatan dalam musibah. Terkait kondisi fisik kantor, hasil pemeriksaan Mohammad Fahmi Laguliga dari bagian umum Radar Sulteng, diketahui kantor tidak memungkinkan untuk ditempati.
Sebab, plafon dan dinding ruangan retak-retak. Sedangkan fasilitas komputer masih diperiksa karena terjatuh ke lantai.
Mengenai percetakan, seperti dilaporkan Fahmi, masih bisa difungsikan. Untuk sementara redaksi akan menggunakan gedung lantai bawah. ”Permasalahannya listrik dan jaringan internet yang tidak ada. Kalau harus menggunakan genset, saat ini sulit nyari BBM,” jelas Fahmi.
Seiring dengan berjalannya waktu, menjelang sore, kabar baik terus berdatangan. Dari sebelas karyawan yang sebelumnya tak diketahui keberadaannya, sembilan di antaranya dipastikan selamat. Kisah penyelamatan diri mereka macam-macam.
Taswin, misalnya, yang rumahnya di zona Pantai Mamboro, mengaku selamat karena saat kejadian berada di kantor Radar Sulteng. Begitu gempa mengguncang, dia mengaku langsung lari ke lokasi yang lebih tinggi. ”Saya satu keluarga ada lima orang terpisah saat kejadian,” katanya.
Pace dan mace (bapak dan ibu)-nya di Palu Plaza. Sedangkan adik laki-lakinya tengah kamping di luar kota. Adik perempuan Taswin ada di rumah salah seorang tante di kawasan Talise. ”(Adik perempuan, Red) inilah yang menjadi korban dan meninggal,” ujar Taswin dengan nada sedih.