Greenomics Indonesia: Greenpeace Perlu Berbagi Pengalaman ke Publik Tentang Karhutla 2015
jpnn.com, JAKARTA - Greenomics Indonesia meminta Greenpeace untuk menjelaskan ke publik mengapa grup Sinarmas menjadi grup terbesar yang mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di tahun 2015, pada saat Greenpeace berkolaborasi dengan raksasa kertas dan sawit tersebut.
Greenpeace dan grup Sinarmas terbukti gagal dalam mengimplementasikan “Kebijakan Konservasi Hutan” karena konsesi-konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan sawit grup Sinarmas menjadi kontributor terbesar Karhutla 2015.
Demikian pandangan Greenomics dalam merespons terbitnya laporan terbaru Greenpeace yang mengungkapkan grup-grup bisnis yang konsesi-konsesinya terkena kebakaran hutan dan lahan selama periode 2015-2018.
“Greenpeace perlu berbagi pengalaman kepada publik, mengapa kolaborasinya dengan grup Sinarmas tidak berhasil mencegah dan mengendalikan Karhutla pada tahun 2015,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi di Jakarta, Rabu (25/9).
Menurut Vanda Mutia, konsesi-konsesi HTI Asia Pulp and Paper (APP Sinarmas) terbakar ratusan ribu hektare di Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau pada tahun 2015, pada saat salah satu raksasa bisnis kertas dunia ini sedang berkolaborasi dengan Greenpeace.
Tak hanya di konsesi-konsesi HTI, konsesi sawit grup Sinarmas di Kalimantan Barat juga terkena Karhutla serius, yang menyebabkan hampir seluruh areal hutan konservasi konsesi perusahaan tersebut terbakar, pada saat Greenpeace dan GAR (konsesi sawit grup Sinarmas) sedang dalam suatu kolaborasi.
“Tentu menimbulkan pertanyaan, sebuah grup bisnis terbesar yang sedang berkolaborasi dengan Greenpeace, justru konsesi-konsesinya terbakar hingga ratusan ribu hektare pada tahun 2015,” ujar Vanda.
“Pasti ada pelajaran penting yang perlu dijelaskan oleh Greenpeace atas kegagalan kolaborasinya dengan grup Sinarmas tersebut, terutama terkait Karhutla 2015,” tambah Vanda.