Gugatan Kepada Ahli Waris PT Krama Yudha Dinilai Cacat Hukum
Damianus menjelaskan pada masa lalu, Sjarnobi membangun PT Krama Yudha (Persero) dan berhasil.
Dia mengatakan karena perusahaan maju dan sukses, Sjarnobi ingin ‘berbagi’ rezeki dengan tiga saudara kandungnya; Srikandi, Nuni dan Abi. Ia juga berbagi dengan sahabat karibnya, Makmunar.
Untuk membuktikan keseriusannya, Sjarnobi melakukan perjanjian di hadapan notaris SP Henny Singgih pada 20 April 1998, hingga lahirlah akta notaris nomor 78 (akta 78).
Akta ditandatangani Sjarnobi sebagai pihak I dan Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar sebagai pihak II.
Isi akta 78 antara lain, Sjarnobi siap memberikan bonus sebesar 18 persen dari keuntungan bersih PT Krama Yudha kepada Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar.
Namun, akta tidak menyebutkan berapa besaran nilai bonusnya. Akta 78 juga menyebutkan bonus diberikan saat perseroan memiliki keuntungan dan selama Sjarnobi, masih menjadi pemegang saham mayoritas.
Pada periode ini, 1998-2001, pemberian bonus terwujud. Namun, pada 13 April 2001, Sjarnobi meninggal dunia. Itu berarti, sebagaimana kesepakatan dalam akta 78, tidak ada lagi pemberian bonus.
Syarat lain dalam akta 78 tersebut adalah pemberian bonus bersifat sukarela (tidak ada timbal-balik), tidak wajib atau atas dasar kemurahan hati Sjarnobi. Namun, diusahakan setiap tahun (tidak ada penentuan waktu).