Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Guru-Aparat Dominasi Pelaku Kejahatan Seksual Anak

Rabu, 31 Desember 2014 – 07:31 WIB
Guru-Aparat Dominasi Pelaku Kejahatan Seksual Anak - JPNN.COM
Ilustrasi: Boediono/JAWA POS

jpnn.com - JAKARTA – Kasus kejahatan seksual terhadap anak masih tinggi. Tahun ini Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat bahwa 1.424 anak menjadi korban kejahatan seksual. Kasus sodomi yang paling tinggi dengan 771 kasus, lalu pencabulan (511 kasus), pemerkosaan (122 kasus), dan inses (20 kasus).

Kasus pelanggaran hak anakberupa kejahatan seksual mencapai lebih dari separo, yakni 2.737 kasus. Lainnya adalah 477 (18 persen) kasus kekerasan psikis dan kekerasan fisik 825 kasus (30 persen).

Kasus kekerasan terhadap anak relatif menurun. Tahun lalu terdapat 3.339 kasus kekerasan anak. Sekitar 58 persen di antaranya atau 1.936 laporan merupakan kasus kejahatan seksual.

Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyebutkan, setiap bulan rata-rata 210 kasus kekerasan terjadi di Indonesia. Secara kuantitas, jumlah tersebut menurun. Namun, kasusnya bertambah mengerikan. ’’Makin kompleks dan beragam modus pelanggaran yang dilakukan kepada anak,’’ tuturnya di kantornya Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Timur, Selasa (30/12).

Para pelaku kejahatan seksual juga masih didominasi orang terdekat korban. Hanya 536 kasus yang dilakukan oleh orang tidak dikenal. Perinciannya, 551 kasus dilakukan teman, tetangga (151 kasus), guru (98 kasus), dan pacar (72 kasus).

Selain itu, 76 kasus dilakukan orang tua kandung, orang tua tiri (60 kasus), pembantu (47 kasus), aparat (41 kasus), dan lainnya (57 kasus).’’Yang paling mengerikan, pelakunya rata-rata adalah orang yang selama ini diasumsikan baik,’’ ungkap dia.

Tren aparat dan guruyang menjadi pelaku kekerasan seksual cenderung meningkat. Hal tersebut, kata dia, menjadi perhatian khusus bahwa kejahatan seksual bisa diperbuat siapa pun. Tindakan kekerasan seksual juga bisa dilakukan di mana saja. Hampir semua lokasi, kata Arist, tidak aman kejahatan seksual. ’’Rumah, sekolah, lingkungan sosial anak, tempat bersalin, tempat bermain, bahkan ruang publik bukanlah tempat yang lagi ramah bagi anak,’’ tegasnya.

Lemahnya pemahaman orang tua atas hak anak juga memicu kejahatan. Orang tua kerap lupa bahwa anak adalah manusia yang berhak menmperoleh perlindungan. Termasuk minimnya pengetahuan orang tua menghadapi teknologi. Sering kali anak dibiarkan bermain teknologi tanpa pendampingan yang cukup.

JAKARTA – Kasus kejahatan seksual terhadap anak masih tinggi. Tahun ini Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat bahwa 1.424

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News