Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Guru Honorer Cerita Detik-detik Kerusuhan di Wamena, Rukonya Ludes Dibakar Massa

Rabu, 09 Oktober 2019 – 08:27 WIB
Guru Honorer Cerita Detik-detik Kerusuhan di Wamena, Rukonya Ludes Dibakar Massa - JPNN.COM
Sejumlah kendaraan di Halaman kantor Bupati Jayawijaya yang dibakar saat kerusuhan di Wamena, 23 September. Foto: dok.ANTARA News Papua/Marius Frisson Yewun

Saat itu, lanjutnya, kerusuhan disertai aksi bakar-bakaran kantor pemerintah, swasta maupun rumah-rumah warga terjadi secara bersamaan.

Kompleks perumahan guru-guru bahkan gedung sekolah SMP Katolik Santo Thomas Wamena yang berada di dekat Pasar Misi juga ikut menjadi sasaran amukan kelompok perusuh yang ditengarai bukan merupakan penduduk asli Wamena (penduduk asli Wamena biasa disebut orang Lembah Baliem).

Ani bersama keluarganya dan tetangga sekitar memutuskan mengungsi ke Kantor Dekenat Wamena. Sesaat setelah itu, massa perusuh membakar ludes Pasar Misi Wamena setelah terlebih dahulu membakar Kantor Bupati Jayawijaya dan fasilitas umum lainnya.

Massa perusuh sempat masuk ke Kantor Dekenat Wamena dengan menjebol pagar depan yang dikunci rapat, sebagian memanjat pagar tembok dari arah belakang. Melihat itu, ibu-ibu yang mengungsi ke Kantor Dekenat Wamena meminta Pastor Dekan untuk mengenakan jubah pastor agar para perusuh tidak melakukan aksi anarkis di tempat itu.

Tidak selang lama, aparat TNI dan Polri tiba di Kantor Dekenat Wamena lalu mengevakuasi warga tersebut ke Markas Kodim Jayawijaya.

"Kami satu minggu mengungsi di Kodim Jayawijaya lalu berangkat ke Jayapura menggunakan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara. Setelah satu minggu di Jayapura, kami berangkat lagi ke Timika menggunakan pesawat komersial, tiket penerbangannya ditanggung oleh keluaga besar masyarakat Kei di Jayapura," kata Ani.

Pengungsi lainnya, Paula Foza Hukunala juga mengaku masih trauma dengan kerusuhan yang terjadi di Wamena pada Senin (23/9).

"Kalau ingat kejadian itu, saya tidak mau kembali lagi ke Wamena. Kami keluar dari rumah hanya dengan pakaian di badan saja. Anak saya yang paling kecil sampai kencing di celana," kata Paula yang mengaku tinggal di Jalan Bhayangkara Wamena itu.

Ani Safsafubun yang merupakan guru honorer, cerita detik-detik terjadinya kerusuhan di Wamena, 23 September 2013.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News