Gusti Hardiansyah: RUU Pertanahan Sarat Kepentingan Investasi
“Pasal 64 ini berpotensi menimbulkan high cost economydan dikhawatirkan mengurangi luasan lahan konsesi yang sudah berizin, mengingat adanya perbedaan pandangan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dan pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian usaha bagi pelaku industri kehutanan,” ujarnya.
Karena itulah, Gusti Hardiansyah meminta pada DPR dan Pemerintah untuk tidak mengesahkan RUU saat ini. Demi kemaslahatan umat dan Indonesia Adil Makmur. Sebaiknya RUU ini disosialisasikan kepada segenap multi stake holder secara transparan, partisipatif dan akuntable. RUU pertanahan diyakini menyangkut kepentingan banyak sektor, termasuk sektor kehutanan dan bukan hanya semata-mata persoalan tanah dan penguasaan lahan.
Pemerintah dan DPR, kata Gusti agar melanjutkan pembahasan RUU Pertanahan ini ke periode DPRRI berikutnya 2019-2024 agar memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan masukan secara komprehensif.
“DPR seharusnya tidak mengesahkan RUU Pertanahan pada masa transisi seperti sekarang. Sebab, RUU Pertanahan merupakan aturan yang sangat strategis dan memiliki dampak besar sehingga pengesahannya membutuhkan pembahasan yang intensif,” ujarnya.
Hutan Tropis Indonesia Terancam
Gusti Hardiansyah mengingatkan, jika RUU ini disahkan, maka peran Hutan Tropis Indonesia di Dunia Global terancam karena RUU ini lebih sarat dengan aspek ekonomi dan meninggalkan aspek keadilan dan aspek ekologi, sudah pasti akan mengancam keberlanjutan ekosistem hutan. Sehingga peran Indonesia sebagai paru-paru dunia setelah negara Brazil dan Zaire otomatis memudar dan mengancam komitmen mitigasi perubahan iklim global yang telah dibuat indonesia dengan negara maju dunia untuk menurunkan emisi sebesar 41 persen tidak mungkin tercapai maksimal.
“Selain itu berisiko kalau aturan ini disahkan dalam kondisi transisi DPR, yang mestinya tidak ada keputusan strategis dalam masa transisi yang membawa dampak jangka panjang bagi bangsa Indonesia,” katanya.
Pemaksaan pengesahan RUU saat ini, kata Gusti, akan berakibat pada prinsip good governance tidak efektif berjalan. Terutama prinsip akuntabilitas pada DPR dan Pemerintah sehingga publik tidak akan percaya (Distrust) kepada penyelenggara Negara dan Legeslatif. Menimbulkan persoalan hukum melalui yudisial review di tingkat Mahkamah Konstitusi.