Hak Angket Dianggap Sebagai Manuver Untuk Mendelegitimasi Hasil Pemilu
jpnn.com, JAKARTA - Penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai saat ini masih dalam proses hingga 20 Maret 2024, atau 35 hari setelah pencoblosan.
Dwiyanto Prihartono selaku Sekretaris Jenderal Aliansi Advokat Indonesia berdasarkan hukum dan etika politik para paslon yang merasa akan kalah, harus menghormati proses yang sedang dilakukan serta hasil penghitungan KPU nanti.
Dia menyebut bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yudikatif yang telah disediakan oleh negara untuk wahana penyelesaian perselisihan hasil pemilu, keberatan atas hasil KPU dan sudah ada mekanismenya sehingga sama sekali tidak diperlukan upaya yang lain-lain.
“Jadi, segala sesuatu yang bersifat protes atas hasil penghitungan atau apa pun itu tentu harus menunggu hasil KPU dan juga terlebih dahulu harus melalui proses penyelesaian di Mahkamah Konstitusi,” kata Dwiyanto dalam siaran persnya, Jumat (23/2).
Dia pun menyinggung soal tduhan kecurangan pemilu yang belum pernah diuji di lembaga yudikatif dan mencari-cari jalur politik jadi masuk kategori manuver politik.
“Perlu diingat jika salah langkah maka menjadi potensi penyesatan pemahaman bagi masyarakat luas terkait pemilu,” kata dia.
“Jangan sampai terjadi kepentingan sekelompok orang yang sangat sedikit jumlahnya menjadi langkah yang berakibat terjadinya missleading bahwa Pemilu 2024 seolah bermasalah dan tidak memiliki legitimasi,” sambung dia.
Dia menilai sejumlah pihak telah bermanuver soal kecurangan padahal hasil penghitungan masih belum final atau diumumkan.