Haruna Soemitro
Oleh: Dhimam Abror DjuraidKiprah pelatih asing di timnas sebuah negara adalah sesuatu yang lazim, meskipun tidak semuanya membawa prestasi yang hebat. Pelatih asing dibutuhkan kalau pelatih nasional dianggap kurang mumpuni.
Korsel punya pengalaman hebat dengan Guus Hidink yang dengan disiplin tinggi dan otoritas mutlak berhasil merevolusi sepak bola Korea dan membawanya ke tempat terhormat di posisi empat pada Piala Dunia 2002.
Inggris, negara ibu kandung sepak bola, juga mencoba pelatih asing untuk mengubah mental para pemain. Sven Goran Erriksson dan Fabio Capello dicoba dengan hasil yang tidak menggembirakan.
Inggris akhirnya kembali ke pelatih produk lokal dan sekarang Gareth Southgate terlihat sudah menemukan jalannya.
Kita sudah punya banyak pengalaman dengan pelatih-pelatih asing. Pada 1970-an kita punya Wiel Coerver yang berhasil meletakkan pondasi sepak bola modern di Indonesia.
Kita pernah punya Opa Alfred Riedl yang memberi prestasi lumayan meskipun tidak pernah juara. Kita pernah mencoba Jacksen Tiago dengan prestasi yang tidak terlalu mengecewakan. Kita juga pernah punya Simon McMenemey dengan prestasi agak medioker.
Kita pernah punya pelatih berkelas seperti Luis Milla, dan sekarang kita punya STY yang punya prestasi mentereng. Kita butuh STY melakukan gebrakan baru untuk merevolusi mental pemain dan pengurus PSSI sebagaimana STY menyaksikan Guus Hiddink melakukannya terhadap sepak bola Korea Selatan.
Luis Milla pergi membawa kekecewaan karena sikap yang dianggapnya kurang profesional di PSSI. STY juga berpotensi mengalami hal yang sama di tengah jalan. Taruhannya sangat besar jika STY mudur di tengah jalan.