Hidayat PKS: Jangan Sampai Indonesia jadi Negeri Perppu
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, sejak awal pihaknya sudah kecewa dengan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam rapat paripurna, kata Hidayat, PKS juga sudah menyampaikan kekecewaan itu, karena awalnya komitmen revisi adalah memperkuat, tetapi yang terjadi justru memperlemah KPK terutama soal penunjukan Dewan Pengawas, pengaturan sumber daya manusia, maupun izin penyadapan.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu mengatakan, kalau UU ini mau dipermasalahkan bisa dengan jalan presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK atau mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hanya saja, Hidayat mengingatkan, pertimbangan perppu harus benar-benar melihat apakah ada kegentingan memaksa maupun kekosongan hukum. “Kalau perppu, masalahnya apakah betul-betul sudah ada kegentingan yang memaksa di Indonesia dengan adanya UU ini. Kalau ada, ukurannya bagaimana? Jangan sampai negara ini jadi negeri darurat sedikit-sedikit (keluarkan) perppu,” ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/10).
Hidayat menegaskan, kalau hal itu terjadi maka demokrasi akan mati. Karena itu, dia berujar, sebaiknya jangan menggunakan perppu untuk membatalkan UU KPK. “Sebaiknya jangan pakai perppu, tetapi koreksilah yang tidak benar yang bisa memperlemah KPK,” katanya.
Hidayat mengatakan, ada dua lembaga yang bisa mengoreksi. Dia menyebut, DPR bisa mengoreksi, dengan cara diminta melakukan legislative review, kemudian rakyat melakukan gugajan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Kalau saya, cenderung bukan perppu alternatifnya. Jangan sampai Indonesia jadi negeri perppu, negeri darurat, demokrasi mati dan kegentingannya itu juga debatable. Bahwa RUU ini perlu dikoreksi saya setuju,” pungkasnya.
Seperti diketahui, elemen mahasiswa terus mendesak Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Bahkan, kabarnya mahasiswa berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran Senin 14 Oktober 2019, kalau presiden tidak mengeluarkan perppu. (boy/jpnn)