HNW Ungkap Kejanggalan Penetapan RUU Ciptaker, Minta Presiden Terbitkan Perppu
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkap ada ketidaklaziman dalam aspek formalitas pembentukan undang-undang dalam proses persetujuan RUU Cipta Kerja di rapat paripurna DPR pada Senin (5/10) lalu. Terlebih substansi dan intisari dari omnibus law Itu bermasalah, sehingga masih terus mendapat kritikan dan penolakan publik.
Hidayat pun menyoroti saat pengambilan keputusan tingkat I di Badan Legislasi (Baleg) dan tingkat II di paripurna, ada kejanggalan karena draf utuh dan final dari RUU yang beken disebut dengan Ciptaker itu, tidak dibagikan ke semua fraksi. Anehnya, semua fraksi di DPR sudah diminta untuk menyampaikan pendapatnya.
Selain itu, kata Hidayat, meskipun pada saat pengambilan keputusan di Baleg, ada dua fraksi yang menolak untuk meneruskan rapat paripurna, yakni PKS dan Partai Demokrat (FPD), tetap saja RUU itu diteruskan untuk dibawa ke forum pengambilan keputusan tingkat II di sidang paripurna.
"Namun, lagi-lagi tidak ada draf akhir Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dibagikan sebelumnya kepada setiap fraksi maupun anggota DPR," ungkap Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/10).
Menurut anggota Komisi VIII DPR ini, pembahasan RUU Ciptaker sangat terburu-buru. Bagaimana mungkin fraksi dipaksa untuk menyampaikan pendapat mininya, dan bahkan pendapat akhir di rapat paripurna, sementara draf final dari omnibus law itu tidak dibagikan terlebih dahulu.
"Begitu terburu-burunya, sehingga jadwal pengesahan RUU dalam rapat paripurna DPR pun mendadak dimajukan dari tanggal 8 menjadi tanggal 5 Oktober. Ini menimbulkan tanda tanya besar, ada apa di balik semua ini?” tegas HNW - panggilan Hidayat Nur Wahid mempertanyakan.
Karena tidak terpenuhinya asas transparansi dan kepatuhan pada aspek legal, HNW menilai wajar sikap FPKS dan FPD menolak melanjutkan pembahasan RUU tersebut ke rapat paripurna. Termasuk tidak menyetujui RUU itu menjadi UU Ciptaker ketika dipaksakan dibawa ke forum pengambilan keputusan 5 Oktober itu.
Sebab, kata wakil rakyat Dapil DKI Jakarta ini, konstitusi menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, dan kekuasaan legislasi berada di tangan DPR RI melalui fraksi-fraksi, alat kelengkapan dewan dan anggota-anggota DPR.