Holding Migas Dinilai Munculkan Banyak Masalah Baru
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Ekonomi Energi Dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tri Widodo menilai rencana pembentukan holding migas tidak memiliki alasan fundamental.
Malah menurutnya kebijakan itu justru menciptakan suasana gaduh dan masuk dalam sengkarut hukum yang lebih kompleks.
Tri melihat motif pembentukan holding migas ini tidak lain hanya sebatas intrik bisnis Pertamina untuk menguasai atau memanfaatkan infrastruktur yang dibangun oleh PGN.
Karenanya muncul gagasan menjadikan PGN sebagai anak perusahaan Pertamina, sehingga tanpa bersusah payah membangun infrastruktur, Pertamina akan memperluas jangkauan pasar dengan memanfaatkan pipa transmisi maupun pipa distribusi milik PGN.
“Untuk kepentingan apa holding? kan PGN dan Pertamina dua-duanya milik pemerintah, jadi nggak perlu holding. Saya melihat motif holding migas ini lebih kepada internal, tidak ada tujuan besar, jadi untuk apa?," ucap Tri.
"Ini membuktikan kegagalan pemerintah membuat BUMN bersinergi. Kalau memang Rini memiliki kemampuan managerial tuk membuat BUMN bersinergi, holding tidak dibutuhkan sama sekali. Holding itu malah membuat banyak masalah baru,” imbuhnya.
Pada proses realisasi pembentukannya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016, telah mengangkangi fungsi pengawasan DPR dan melanggar Undang-Undang BUMN yang mana harusnya setiap pegalihan saham pemerintah mesti melalui persetujuan DPR.
“Harusnya selesaikan dulu revisi UU BUMN. Dengan penerbitan PP 72 ini jadinya seperti potong kompas tuk menghindari DPR. Jadi melanggar UU BUMN. Belum lagi sekarang tengah bergulir revisi UU Migas yang katanya ada BUK, nah ini tidak sejalan dan lebih runyam lagi maslahnya jika holding ini dipaksakan,” kata dia.