Ikuti Uangnya, Tangkap Koruptornya
Dramaturgi itu akhirnya terungkap. Panggung depan atau frontstage para anggota dewan yang garang itu ternyata hanya permainan panggung belaka. Panggung belakang atau backstage para anggota dewan itu dikendalikan oleh para pemilik partai yang mempunyai kepentingannya masing-masing.
Terungkaplah bahwa RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal mangkrak beberapa tahun di DPR karena memang para pemilik partai tidak menghendaki kedua draf itu disahkan menjadi undang-undang.
RUU itu akan menjadikan pemberantasan korupsi di Indonesia lebih mudah. Selama ini, pemberantasan korupsi sulit menyasar sampai ke akar karena memakai prinsip follow the suspect atau telusuri pelakuknya.
Karena itu penelusuran kasus korupsi sering terhenti hanya pada pelaku kelas teri. Dalam beberapa kasus pembalakan hutan, misalnya.
Atau dalam kasus penambangan liar, sampai sekarang tidak ada pelaku utama, misalnya pemilik modal, yang terseret. Paling-paling yang menjadi terdakwa adalah petugas-petugas di lapangan yang sengaja dikorbankan.
Dengan UU Perampasan Aset mekanismenya akan diubah menjadi ‘follow the money’ atau telusuri aliran uangnya. Kalau aliran ini ditelusuri, akan terlihat bahwa ’air mengalir sampai jauh’ seperti aliran Bengawan Solo. Negara bisa menyita aset-aset yang tidak bisa dibuktikan asal-usulnya secara jelas.
Praktik gaya hidup hedonis yang dipamerkan banyak pejabat sekarang ini bisa dengan mudah diberantas dengan penerapan undang-undang perampasan aset. Undang-undang ini akan menjadi alat pemberantasan korupsi yang powerful.
Namun, senjata ampuh itu bisa memakan tuannya sendiri. Elite-elite politik itu pasti tidak bodoh untuk membiarakan diri sendiri menjadi korban senjata makan tuan.