Imparsial Desak DPR dan Pemerintah Setop Pembahasan RUU TNI yang Bermasalah
"Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI," ucapnya.
Gufron lantas menyampaikan bahwa berdasarkan naskah DIM yang ada, terdapat beberapa usulan perubahan UU TNI yang membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum dan HAM.
Poin-poin dimaksud, pertama, perluasan dan penambahan jenis-jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Usulan perubahan Pasal 7 Ayat 2 dan Ayat 3 yang memperluas dan menambah cakupan OMSP menunjukan paradigma dan keinginan politik untuk memperluas keterlibatan peran militer di luar sektor pertahanan negara.
Hal itu dapat dilihat dari penambahan 19 jenis OMSP dari yang sebelumnya berjumlah 14 jenis yang dapat dilakukan oleh TNI. Bahkan, beberapa penambahan tersebut di antaranya tidak berkaitan dengan kompetensi militer, seperti penanggulangan narkotika, prekursor, dan zat adiktif lainnya, serta dalam upaya mendukung ketahanan pangan dan pembangunan nasional.
"Adanya perluasan dan penambahan cakupan OMSP akan mendorong keterlibatan TNI yang makin luas pada ranah sipil dan keamanan negeri, termasuk untuk mengamankan proyek-proyek pembangunan pemerintah," tutur Gufron.
Lebih dari itu, lanjutnya, upaya perluasan keterlibatan peran TNI di luar sektor pertahanan negara dengan dalih OMSP juga dipermudah, mengingat adanya usulan perubahan bahwa dalam pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah (PP), tidak lagi berdasarkan keputusan politik negara, termasuk dalam hal ini otoritas DPR.
Jika usulan perubahan ini diadopsi, kata Gufron, hal ini menjadi berbahaya karena menempatkan pengerahan dan penggunaan pasukan TNI dalam konteks OMSP tidak bisa dikontrol dan diawasi oleh DPR.
Kedua, adanya perluasan peran TNI menjadi aparat penegak hukum. Dalam naskah DIM Pasal 8 disebutkan bahwa angkatan darat bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah darat sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional.