Indonesia Dikepung Belanda Para Atlet Tetap Berlaga, Ini Kisahnya...
PON I diselenggarakan dalam posisi Indonesia dikepung Belanda. Republik terjepit menyusul perjanjian Renville; Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai wilayah Indonesia.
Bagi Maulwi, tujuan utama berlaga di PON I Solo ini bukan sekadar menjadi juara. Lebih dari pada itu, karena diselenggarakan di tengah kecamuk perang, para atlet membulatkan tekad menggalang solidaritas untuk pejuang yang sedang mengangkat senjata.
“Janji atlet diucapkan dalam semangat untuk terus menggempur Belanda sampai mereka meninggalkan bumi Indonesia,” kenang Maulwi yang di kemudian hari menjabat wakil komandan Tjakrabirawa. Ia disebut-sebut sebagai pengawal terakhir Bung Karno.
Pantang Mundur
Tentang perhelatan PON I, sejarawan Julius Pour punya cerita sendiri. Katanya, pada 1948, di tengah riuh rendah konfrontasi dengan Belanda, pemerintah republik berupaya menciptakan suasana normal dengan menggelar Pameran Pembangunan dan Pekan Olahraga Nasional (PON).
Pameran pembangunan diadakan di Taman Sriwedari Solo, 17 Agustus 1948. Berbagai kementrian dan dinas memamerkan hasil pembangunan selama tiga tahun Indonesia merdeka. Wartawan dari dalam dan luar negeri banyak yang datang meliput.
“Pada hari ketiga, ketika masyarakat Solo sedang memadati lokasi pameran yang amat semarak itu, mendadak terjadi kebakaran,” tulis Pour dalam buku biografi Ignatius Slamet Riyadi.
Api berawal dari stand Kementrian Kemakmuran, lalu menyambar ke stand Dinas Pertambangan. Api lekas membesar karena di stand itu banyak bahan-bahan yang mudah terbakar.