Indonesia Tetapkan Tarif Tertinggi Rapid Test, Tetapi Seberapa Penting Tes Ini?
Ia menambahkan, misinformasi ini terus "dirawat" oleh pemerintah, karena eksistensi rapid test dalam mekanisme prosedur untuk mengidentifikasi apakah orang itu positif COVID-19 masih masuk dalam bagian dari observasi diagnosa.
"Kami menyesalkan [rapid test] itu sebenarnya, karena awalnya pemerintah kayaknya sih udah tahu ya kalau memang rapid test itu tidak akurat dan bukan alat diagnosa, meskipun kalau untuk contact tracing masih bisa."
Butuh 'keterbukaan dan ketegasan' pemerintah
Yanuar Nugroho, seorang akademisi Indonesia mengatakan ada kesan pemerintah tidak serius sejak awal mewabahnya virus corona.
Selain menjadi persyaratan yang harus dilakukan secara mandiri sebelum melakukan perjalanan, rapid test juga masih dipakai untuk menentukan tes PCR pada pasien dalam pengawasan (PDP).
"Kalau ada pasien dengan gejala demam tinggi, nyeri tenggorokan, setelah observasi fisik, harus dirapid test dulu. Kalau non-reaktif hasilnya, masih harus nunggu giliran di urutan ke sekian. Kalau reaktif, maka langsung diswab," jelas Irma.
Padahal, lagi-lagi, mereka yang hasil rapid test-nya non-reaktif, bisa jadi berstatus positif tanpa mereka ketahui dan berpotensi menularkan ke orang lain.
Angka pengetesan orang di Indonesia melalui metode PCR yang menjadi acuan diagnosa COVID-19 sampai saat ini masih jauh di bawah syarat WHO dalam kondisi pelonggaran PSBB, yakni 40.000 tes per hari.