Industri Sawit Melawan Konspirasi Internasional
Kamis, 04 Agustus 2011 – 12:34 WIB
Tahun 1990, serangan kedua datang. Isu bergeser, bahwa sawit dianggap sebagai penyebab polusi dan perusak lingkungan nomor wahid di dunia. Lantas dunia mempopulerkan konsep Zero Burning Policy (ZBP). ’’Tema baru itu dilakukan, setelah uji klinis dan medis menyebutkan bahwa sinyalemen sawit sebagai penyebab jantung itu tidak terbukti secara empirik. Celakanya, tahun 2000, mereka makin gencar menuding hutan sawit itu sebagai tersangka habisnya orang utan dan hilangnya bio-diversity,’’ ujar Joko.
Nah, tahun 2010, temanya masih soal lingkungan, sawit disebut sebagai penyebab climate change, perubahan iklim dunia. Kalau bermain tinju, isu-isu per sepuluh tahun itu seperti kombinasi pukulan jab, hook dan upper cut saja. Bertubi-tubi dijadikan sasaran jotos, agar industri sawit negeri ini knock out, dan produk mereka melenggang tanpa hambatan. ’’Yang menjadi masalah, kenapa sih pemerintah tidak mau membela? Melawan segala psy war itu? Seolah-olah didikte, agar ikut-ikutan membuat regulasi yang menyusahkan kami?’’ keluh pria berbatik merah itu.
Oke, kita bedah satu-per satu. Betulkah sawit penyebab deforestation atau kehancuran hutan? Pertama, sawit lebih efisien menggunakan lahan, dibandingkan minyak tumbuhan lain seperti soybean oil (minyak kedelai), sunflower oil (minyak bunga matahari), cottonseed (kapok-kapas), rapeseed oil dan groundnuts oil. Sawit hanya memanfaatkan 5 persen dari lahan. Kedelai 41,2 persen, rapeseed dan cottonseed sama-sama 12,7 persen. Sunflower dan Ground nuts, 9,8 dan 9,2 persen. ’’Kami hanya 5 persen dari 243,4 juta ha? Kenapa terus diributkan?’’ tuturnya.