Ini Opsi Gaji Honorer atau Non-ASN setelah 28 November, Kalimat Pak Wali Menggetarkan Jiwa
Untuk itu, Wali Kota Eri menghadap ke Kementerian PAN-RB. Di sanalah dia berkukuh untuk mempertahankan tenaga non-ASN agar jangan sampai dilepas atau ikut pihak ketiga.
Menurut Eri Cahyadi, jika hal itu dilakukan, Surabaya akan hancur dan terjadi pengangguran yang luar biasa.
"Kalau saudara-saudara saya ini dilepas dari tenaga kontrak di Surabaya, hancur Kota Surabaya, akan terjadi pengangguran luar biasa. Maka, saya mohon maaf tidak akan melepas mereka, kecuali mereka ada kesalahan yang memang melanggar hukum," kata Cak Eri panggilan akrab pria kelahiran 27 Mei 1977 itu.
Gaji Honorer Ikut Aturan Kemenkeu
Perjuangan Cak Eri mempertahankan tenaga non-ASN, sempat mendapatkan penolakan dari kementerian, sehingga terjadi perdebatan argumen antara Wali Kota Eri dengan pihak Kementerian PAN-RB, meski akhirnya kemudian diberikan opsi jalan keluar.
"Kemudian, saya diberikan jalan keluar oleh kementerian. Kalau kerja di pemerintah kota, non-ASN harus ikut aturan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak boleh ikut aturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)," terang Eri.
Apabila mengikuti aturan Kemnaker, besaran gaji non-ASN diatur berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK).
Secara otomatis ketika UMK sebuah kota meningkat, gaji pegawai ikut naik. Sementara jika mengikuti aturan Kemenkeu, besaran gaji pegawai non-ASN dihitung berdasarkan beban kerja.
"Itu pilihan yang sulit bagi saya, karena kalau ikut UMK, gaji naik terus, tapi teman-teman (non-ASN) harus ikut pihak ketiga (perusahaan swasta/outsourcing). Tapi, kalau ikut pihak ketiga, apakah sudah pasti teman-teman ini akan mendapatkan besaran gaji UMK," ujarnya.