Ini Tanggapan IDI Sumsel Soal Dugaan Praktik Aborsi Dr Wim
Diakuinya, pelanggaran dokter ada beberapa jenis. Jika menyangkut kode etik ditangani Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI, pelanggaran disiplin ditangani Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), atau pelanggaran hukum wewenang pihak berwajib.
"Untuk persoalan hukum ini, kami tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah, sampai betul-betul terbukti bersalah di Pengadilan," pungkasnya.
Terpisah, Ketua POGI Sumsel, Dr dr K Yusuf Efendi SpOG (K) menambahkan, ada beberapa kasus boleh aborsi. Pertama, jika janin mati atau tidak berkembang.
"Terpaksa aborsi dilakukan," katanya. Lalu kondisi kehamilan mengancam nyawa ibu, contoh ibu hamil punya penyakit jantung berat atau asma berulang karena hamil. Perempuan dengan kasus perkosaan, tapi ini harus diperiksa tim dokter dan polisi, apa murni kasus perkosaan atau bukan. "Aborsi sesuai persetujuan tim," imbuhnya.
Untuk indikasi lain, tidak boleh dilakukan meskipun perempuan belum menikah, ibu memiliki banyak anak, atau hamil lagi di atas 40 tahun.
"Aborsi pun harus dilakukan dokter berkompeten dan memenuhi persyaratan, usia kandungan di bawah 5 bulan, mendapat persetujuan dari suami dan sang ibu, didukung peralatan medis yang lengkap dan memadai, "tukasnya.
Menyikapi persoalan ini, Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel, dr H Tisnawarman MKes menyebut pihaknya masih mengedepankan azas praduga tak bersalah. "Karena masih diproses, jadi semuanya kita serahkan dulu ke penyidik. Kita ikuti prosedur yang berlaku. Kalau terbukti pasti ditindak pihak berwajib," ujarnya.
Kadinkes Kota Palembang, dr Hj Letizia MKes mengaku belum mendengar kabar tersebut. Tapi pihaknya akan segera mencari tahu informasi tersebut. "Kalau kebenarannya terungkap, baru kita bisa memberikan pernyataan," cetusnya.