Inilah Daftar Buronan Paling Dicari Kejati Lampung
Penangkapan ketiganya dilakukan oleh tim gabungan Kejari Kalianda dan Kejari Bandarlampung. Putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 1306/K/PID2015 menghukum mereka selama satu tahun dan 10 bulan. Dari tiga yang ditangkap, Hanya M.Fadil Syahfitri yang berhasil lolos. Sehingga periode September 2017 ini korps Adhyaksa sudah menangkap 6 buronan sekaligus.
Tedi mengatakan, dua kasus besar yang belum tertangkap menjadi fokus pihak Kejari, karena kata dia DPO Satono dan Alay telah dilimpahkan ke pihaknya,
"Kami selau berupaya untuk melakukan penangkapan terhadap beberapa DPO selama ini, termasuk kordinasi antarkejaksaan terus dilakukan," katanya.
Tak hanya itu, kata dia, pihaknya juga telah meminta bantuan melalui Kejaksaan Agung yakni melalui Adhyaksa Monitoring Center (AMC) milik Kejagung. Ia mengatakan selain koordinasi antarkejaksaan, Kejari Bandarlampung juga telah meminta bantuan kepolisian.
“Selain itu kita juga meminta bantuan masyarakat, identitas yang memberitahu keberadaan pelaku pasti rahasiakan,” jelasnya.
Tedi menjelaskan, selain itu upaya yang dilakukan pihaknya yakni dengan tetap menyidangkan para DPO ke persidangan atau yang lebih dikenal dengan istilah In Absentia. Dengan langkah ini, lelang terhadap harta benda buronan korupsi bisa tetap dapat dilakukan.
“In Absentia diperbolehkan di pasal 79 ayat 1 UU Tipikor yang mengatur itu karena sifatnya lex spesialis,” jelas mantan Kasipidsus Kejari Gunungsugih itu.
Ya, di persidangan Korps Adhyaksa telah mengajukan enam buronan untuk disidang in absenstia atau disidangkan tanpa terdakwa yakni Husri Aminudin yang diajukan ke persidangan oleh Kejati Lampung. Dia menjadi buronan kasus pengadaan alat perpustakaan dan laboratorium untuk SD di Lampung Tengah dari dana alokasi khusus DAK tahun 2010 yang merugikan negara sebesar Rp9,6 miliar.