Inovasi Pupuk Organik dari Warga di Desa
Tak hanya menjadi karyawan, menurut Asbar, ibu-ibu di desa ini juga terlibat aktif dalam menyalurkan ide dan gagasan untuk mengembangkan Prukades tersebut.
"Kami juga menyarankan masyarakat untuk mau berinvestasi di usaha ini. Sehingga masyarakat merasa memiliki usaha ini, tidak sekadar merasa ini sebagai usaha desa. Sehingga kalau usaha ini gagal, bukan hanya pemerintahan desa yang gagal, tapi mereka juga merasa gagal. Sehingga ada semangat untuk bersama-sama mengembangkan," ujarnya.
Menurut Asbar, munculnya ide pengembangan pupuk organik tersebut berawal dari keresahan masyarakat akan tingginya jumlah pelepah dan daun kelapa sawit yang cenderung menimbulkan hama.
Seperti diketahui, desa ini memang dikelilingi oleh kebun kelapa sawit sehingga melalui musyawarah, masyarakat desa sepakat untuk mengundang perguruan tinggi agar melakukan penelitian terkait potensi yang bisa dikembangkan.
"Kami undang Universitas Jambi, kami juga bekerja sama dengan UGM, dan perusahan-perusahaan besar di sini. Ide awalnya tetap dari masyrakat, tapi kami butuh pendampingan agar ini tidak gagal. Akhirnya kami uji coba selama satu tahun untuk menciptakan pupuk organik. Karena potensinya ada. Ada sampah pelepah sawit yang kalau dibiarkan akan menjadi hama," ujarnya.
Terkait pemasaran, Desa Dataran Kempas telah bekerja sama dengan pihak swasta yakni PT WKS untuk menjadi off taker.
Asbar juga berencana untuk terus menggali potensi kerjasama dengan pihak swasta lainnya, agar pupuk yang diproduksi dapat lebih berkembang lagi.
"Awalnya kita khawatir soal pemasaran. Kalau produksinya hanya puluhan ton, bisa kita pasarkan ke petani. Tapi kalau hingga ratusan bahkan ribuan ton, mau kita jual kemana. Tapi kita akhirnya bekerjasama dengan PT WKS untuk menjadi konsumen tetap kita. Dengan catatan, pupuk organik kita telah teruji laboratorium dan memenuhi kebutuhan mereka. Dan kita lakukan itu," ungkapnya.