Isu Rasio Pajak dalam Debat Cawapres jadi Sorotan Pakar
Dia menyebut dalam arti sempit, yang diterapkan pada saat tertentu, pembilangnya mencakup penerimaan pajak pusat seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea dan Cukai, serta pajak lainnya.
"Pada arti luas, seperti disarankan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), pembilangnya mencakup seluruh penerimaan pajak baik dari tingkat pusat maupun daerah, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari royalti sumber daya alam (SDA)," beber Sabar.
Menurut Sabar, saat ini, Indonesia telah mulai mengadopsi perhitungan tax ratio dalam arti luas, meskipun belum sepenuhnya, karena komponen pajak daerah belum dimasukkan dalam perhitungan tersebut.
Dia menyebutkan bahwa berbagai faktor memengaruhi besarnya tax ratio suatu negara, terbagi menjadi dua kategori, yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor makro melibatkan aspek seperti tarif pajak, tingkat pendapatan per kapita, dan efektivitas administrasi pajak.
"Sementara itu, faktor mikro melibatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak, kerja sama dan koordinasi antarlembaga pemerintah, serta pemahaman bersama antara Wajib Pajak dan petugas pajak," ucap Sabar.
Namun, tax ratio juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti regulasi dan penegakan hukum, sehingga menetapkan dan mencapai target rasio pajak bukanlah tugas yang sederhana.
Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pajak, dengan menyadari bahwa terlalu fokus pada pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi potensi penerimaan pajak, dan sebaliknya.