Jangan Sepelekan Permintaan Referendum Aceh
“Mengapa saya berbicara referendum, karena saya wakil Aceh di pusat. Jika rakyat Aceh menginginkan referendum maka sebagai wakil Aceh sangat wajar saya memperjuangkan itu,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan referendum tidak bertentangan dengan MoU Helsinki 2005. Menurutnya, referendum juga diberikan ruang oleh perjanjian tersebut, jika para pihak tidak dapat memenuhi kesepakatan.
Dalam MoU, kata dia, para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.
“Artinya substansi perjanjian MoU Helsinki adalah demokrasi dan adil. Dua pondasi ini jika rakyat Aceh tidak merasakan keadilan dan demokrasi, wajar saja seorang mantan panglima GAM Muzakir Manaf sangat kecewa dengan keadaan sekarang,” katanya.
Selain demokrasi dan keadilan, ujar dia, penekanan dari MoU Helsinki adalah kemajuan dan keberhasilan Aceh pascaperjanjian itu ditandatangani.
“Coba kita lihat dalam perjanjian MoU Helsinki bahwa dinyatakan para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan, hal tersebut merupakan sebuah kondisi perubahan signifikan yang harus dirasakan di Aceh saat ini,” paparnya.
BACA JUGA: Panglima Kolinlamil Pimpin Pendaratan ke Daerah Serbuan Amfibi
Menurut dia, pernyataan Mualem menunjukkan kekecewaan terhadap kondisi Aceh yang dirasakan jauh dari kemajuan dan keberhasilan. Di sisi lain, lanjut dia, kunci perjanjian ini adalah trust building atau membangun kepercayaan. Dalam MoU Helsinki, para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya.